16 Juni, 2014

Wajah Kereta api pada juni 2014

inke's pic
15 juni 2014 kemarin, saya, suami dan 2 anak pergi ke cimahi dari kiaracondong, menggunakan kereta api. Angkutan umum massal ini sengaja kami pilih, karena selain cepat dan murah, juga untuk memberi pengalaman lain pada anak-anak, karena jarang sekali menggunakan KA. Bahkan saya bertemu dengan seorang teman yang membawa serta anaknya, mereka hanya ingin merasakan perjalanan menggunakan kereta, tanpa ada tempat yang dituju. Katanya mereka akan berangkat ke perhentian terakhir KA ini, dan kembali ke stasiun tempat mereka naik.
Sudah setahun lebih saya tidak menggunakan KA, perjalanan kali ini terasa nyaman. berhubung perjalanan dalam kota, ongkos KRD pun sangat murah, hanya rp.1.500/tiket/orang dan tiket berlaku bagi penumpang, mulai usia 2 tahun.
Jika dahulu, banyak sekali pedagang dan pengemis yang turut masuk kedalam kereta, kini hampir bisa dikatakan tidak ada. Setidaknya saat keberangkatan, saya tidak menemukan penjual dan pengemis berkeliaran di dalam KA ekonomi ini. Meski ada sedikit rasa kehilangan pada pedagang di KA, namun tak dipungkiri kalau kenyamanan dan kebersihan yang dirasakan dalam perjalanan, jauh lebih penting ketimbang belanja barang/ buah-buahan super banyak dan murah, yang hanya bisa diperoleh dalam perjalanan di KA ekonomi atau bis ekonomi.
Tak ada lagi asap rokok berkeliaran di KA, colokan untuk mengisi daya HP pun ternyata berfungsi dengan baik (melihat seorang penumpang yang 'ngecas' HP nya dengan nyaman). Perbaikan fasilitas dan sistem di KA ini sudah terlihat dari sistem tiketing yang ketat dan penjagaan di area jalur kereta, yang hanya dibuka jika kereta hampir sampai.

inke's pict
Dari sekian perbaikan yang sudah dicapai, tentu ada kekurangan yang masih nampak. Satu, meskipun kini kebersihan lantai kereta bukan lagi disapu oleh pengemis yang memohon belas kasihan penumpang, melainkan oleh petugas kebersihan yang berseragam, namun sampah-sampah yang telah terkumpul malah dijatuhkan begitu saja keluar kereta. Itu berarti, hanya memindahkan sampah yang berserakan di dalam kereta, mencari berserakan diluar kereta. Padahal, menurut saya, bisa saja sampah itu dimasukkan kedalam satu wadah plastik yang nantinya dibuang pada tempatnya.
Sebenarnya sih terbesit prasangka baik, bisa saja petugas itu membuang sampah di titik yang sudah ditentukan akan ada petugas yang membersihkannya dari luar. Namun alangkah tidak simpel jika begitu adanya. Dan saya yakin, prasangka baik itu hanya ada dalam pikiran saya sendiri, karena sayapun membuktikan kalau daerah diluar kereta begitu kotor dan banyak sampah.
Dua, kaca pecah belum juga diganti, padahal hal itu bisa membahayakan penumpang, khususnya anak-anak dan juga jika terjadi hal yang tidak diinginkan seperti lemparan batu. Kaca yang sudah retak pasti akan langsung hancur jika terkena lemparan batu (lagi).
Tiga, meskipun sudah ketat penjagaan bagi pedagang, tetap saja ada satu atau dua pedagang yang bisa berjualan didalam KA, selidik punya selidik, ternyata merekapun sepertinya membeli tiket atau mungkin memiliki strategi khusus. Apa strateginya? barang jualan tidak dibiarkan terbuka, melainkan ditutup rapat seolah itu hanya barang bawaan mereka seperti penumpang pada umumnya. Lalu, para pedagang hanya berjualan saat kondisi aman dari petugas, dan  naik dari stasiun yang sudah terkenal akan kelonggaran pengawasan petugas. Untuk hal ini saya memperhatikan obrolan para pedagang dan terkadang merekapun harus membeli tiket saat kembali kerumahnya. Poin tiga ini, saya menikmatinya dan tidak merasa terganggu, karena pemumpang memang membutuhkan pedagang untuk memenuhi kebutuhannya, hanya saja tak ingin jika jumlah pedagang terlalu banyak dan malah mengganggu ketertiban juga kenyamanan.
Demikian review pengalaman saya menggunakan KA di Bandung dan melakukan perjalanan dalam kota. Ini semua merupakan pengalaman dan pengamatan pribadi, maaf atas segala kekurangan. Terimakasih, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: