13 Februari, 2015

Panen pandan wangi depan rumahku

Panen pandan
Ceritanya, dihalaman rumah kami ini, tumbuh tanaman pandan wangi. Setahun lalu, tanaman ini tampak biasa saja, namun makin lama makin tumbuh subur, padahal sudah beberapa kali diminta orang bahkan dicabut beserta akarnya. Kami tahu, keberadaan tanaman super rimbun ini sudah dijadikan rumah singgah bagi tikus got, karena beberapa kali saya melihat tikus-tikus itu mondar mandir di sekitar sini. Hari ini, tiba-tiba suami bersedia membabat tanaman pandan demi keamanan bersama. Saya kegirangan karena sudah terbayang, halaman saya akan kembali lega dan tidak lagi menakutkan, selain itu, kegiatan ini bisa menjadi proses pembelajaran ala home schooling untuk anak-anakku yang lebih senang bermain bersama orangtuanya. Babat..babat..babat.. pandanpun dibabat hingga keakarnya, tak lama kemudian, separuhnya sudah teronggok menanti dibereskan. Saya bingung, mau diapakan pandan sebanyak ini, dibagikan secara gratispun belum tentu habis semua. Dibuang sayang dan mubazir. Dijual !! itulah pilihan terbaik, sebenarnya saya agak-agak malu bin gengsi jika harus mengangkut pandan sebanyak ini dengan motor yang dikendarai seorang wanita, terlebih lagi jika harus melewati deretan rumah tetangga di komplek perumahan ini. Hati saya deg-deg plas, suami tak bergeming karena sejak awal ia tak setuju jika harus menjual-jual daun yang belum tentu laku, ia khawatir hasil tak berbanding dengan energi yang dikeluarkan. Demi membuktikan bahwa pandan ini bisa dijual, juga demi menghindari kemubaziran, akhirnya saya memberanikan diri berangkat ke pasar gedebage.
Panen Pandan Wangi

Ternyata oh ternyata, mental berdagang saya masih lebih kuat dibandingkan rasa malu, hehe
Sesampainya dipasar, saya celingak- celinguk mencari penjual rampe. Motor saya parkirkan dulu, agar saya bisa mencari dengan seksama. semakin jauh berjalan, semakin tak menemukan tanda-tanda penjual daun pandan. Saya hampir yakin dengan obrolan saya dan suami, bahwa pandan ini akan sulit menemukan pembeli, kalaupun ada pastilah terjual 10.ooo saja. Saya terus mencari jodoh bagi si pandan, bukan ingin uangnya, namun ingin onggokan pandan ini tidak mubazir, itu saja. Setelah terasa lelah mencari, saya bertanya pada salah satu pedagang di pasar "pa, yang suka jual daun pandan dimana ya?". "itu disana, depan tukang ikan" katanya sambil menunjuk kedepan. "Nuhun pa" saya lalu menghampiri seorang nenek yang sedang tersenyum. "jual pandan bu?" "oh, seep!" (oh, habis) jawab seorang pria yang tampak seperti bos bagi si nenek. "oh, kalau gitu saya mau jual pandan" senyumku mulai lebar. "iya, sok atuh bawa kesini" (iya, silahkan bawa kesini dong) katanya. Saya berjalan dengan hati riang, menuju tempat parkir motor yang jauh, dan segera kembali. Kehadiran sosok wanita dengan motor dan 5 ikat besar daun pandan, membuat banyak orang ingin menyapa dan berkenalan. ah, biarlah saya abaikan dengan melempar senyum saja, karena beginilah nasib ibu-ibu bertubuh "kurang tinggi" pasti dianggap masih belia. Saya beserta si Bos meletakkan seluruh pandan keatas timbangan beras. "10kg ya, itu!" kata si bos sambil menunjuk timbangan. "oh iya, jadi berapa?" hatiku mulai berprasangka ini itu, menanti sang Bos. "ah paling juga 10 ribu" pikirku dalam hati. "3000/kg, kalo 10kg jadi 30.000" jawab si bos sambil membuka gepokan uang. "Masa sih segitu A? nggak lebih?" kataku pelan, karena ini sudah 3x lipat lebih baik dari dugaan sebelumnya. "Ya, 35.000 deh" katanya memandangi uang-uang yang terlipat. "40 ribu lah di pasin" kataku penuh harap, maklum lah ibu-ibu kalau belum nawar rasanya belum puas, walaupun sudah untung banyak. "iya deh 40 ribu, nih ya teh, kalau ada barang lagi kesiniin ya! masih banyak nggak?" katanya dengan santai. "iya siap, nanti kalau sudah ada, saya kesini lagi" jawab saya sambil menerima uangnya. Sayapun berpamitan kepada semua yang ada disana yang telah menyambut baik saya. Betul-betul diluar dugaan, ternyata pandan ini merupakan daun yang dinantikan karena ternyata jarang yang memasok. Hatiku riang tak terkira, karena merasa telah menjadi suplayer pandan ke pasar, dan merasa ada peluang baik yang bisa dilakukan, hehe taring dagangnya tiba-tiba muncul.

Sesampainya dirumah, saya bercerita pada suami, ia-pun tidak menyangka bisa mendapat lebih dari 10 ribu. Entah kenapa, tiba-tiba saya kepikiran untuk cek harga jual sayuran di internet. "Bi, coba survey di internet, kali aja ada harga jual pandan di pasar-pasar, soalnya ternyata pandan dibutuhkan pedagang dipasar" kataku pd suami. Suamipun sependapat dan langsung berselancar dengan androidnya. Daaaannn.. jeng..jeng.. "7000/kg mi!" what?? Gubrags... pantesan si bos santai banget bayar 40 ribu untuk 10 kg, hehehe.. makanya, jangan menganggap remeh sesuatu, dan jangan lupa survey alias cari informasi dulu sebelum bertindak. Hehe.. Alhamdulillah, Rizki hari berupa pelajaran, pengalaman, harapan, dan uang. Semoga kita termasuk kedalam orang-orang yang pandai bersyukur.
(Saya merasa, ketika menulis kisah ini kurang mengalir, entah karena ngantuk atau mentok, prosesnya begitu lama -+ 3 jam. karena kurang puas, keesokan paginya saya menulis versi cerita anak, yang ternyata dapat saya kerjakan dalam 10 menit. Klik disini jika ingin membacakan cerita pada anak)

Tidak ada komentar: