07 November, 2014

Ketika sebuah Artikel sederhana membakar semangatmu

Ngomong-ngomong tentang menerbitkan buku, saya jadi tersindir sama artikel yang ditulis oleh bang Benny Rhamdani (sksd sekali saya ini maen panggil abang aja!, harusnya sih karena tinggal di Bandung dipanggil Akang atau Aa' tapi berhubung ketemunya hanya di grup blogger, jadi sementara ini panggilannya sama seperti manggil salah satu blogger lainnya yang saya kenal deh -bang aswi-. Weleh, ini pengantar artikel kok jadi ngebahas masalah panggilan yah. psst... kembali ke lap-top)

Nah, saya ini ngeblog sudah lama sekali, saking lamanya dan mimpi menjadi penulis buku best seller belum kesampaian, itu membuat saya malu untuk mengakui bahwa saya blogger lama. Dalam ideal self versi saya, seharusnya di detik ini saya sudah menjadi blogger dan penulis buku produktif, setidaknya ada 10 karya yang diterbitkan. Namun pada kenyataannya, produktifitas saya beralih ke bidang lain yaitu pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Hasilnya apa? punya suami, dua anak, gemar memasak hasil bumi, dan memanfaatkan benda-benda yang ada untuk permainan juga pendidikan anak (hehe..).

Saat membaca blog Bang Benny, rencananya saya akan mencari satu artikel tentang "cara menulis buku anak" yang pernah saya baca sebelumnya, namun diperjalanan, saya menemukan artikel yang membuat saya berkaca jauh kedalam lubuk hati-dimasa lalu. Saya teringat sejak SD sudah gemar membaca, mulai menulis sejak masuk SMP, hingga akhirnya bermimpi jadi penulis buku diusia SMA hingga sekarang. Berbagai cerpen, tulisan, kumpulan ide, saya simpan dalam kertas-kertas yang sebagian sudah hilang dan sebagiannya lagi masih di peuyeum. Setiap melihatnya saya selalu sedih dan berkata "mau jadi apa ini semua, apakah akhirnya akan musnah dimakan rayap ataukah justru saya duluan yang musnah meninggalkan mereka". Sebenarnya usaha saya untuk ini tidak nol-nol amat kok, tapi next time saya curhat lagi deh, hehe..

Sekali lagi artikel Bang Benny ini sederhana namun cukup menohok bagi saya. Saya yang merasa PD dan punya kemauan saja belum bisa jadi apa-apa, apalagi jika ditambah 5 alasan lain yang Bang benny sebutkan. Baiklah, jadi kesimpulan bagi kita (saya khususnya), "kalau kamu punya mimpi, berusahalah dengan maksimal untuk mencapainya, singkirkan 1001 macam alasan yang menghampiri lalu buatlah 1001 cara untuk mencapainya. Jika mimpimu itu dapat bermanfaat bukan hanya untuk diri sendiri namun juga orang lain, maka mimpimu itu patut untuk kamu perjuangkan"

berikut ini saya sertakan (copas) tulisan Bang Benny yang telah menyindir sekaligus menyalakan kembali semangat saya mencapai impian (Terima kasih Bang dan semoga Allah mendatangkan penolong-penolong lainnya untuk membantu saya. Aamiin)

 

5 Alasan Blogger Enggan Menerbitkan Buku



Sungguh mengejutkan, ternyata setelah berinteraksi dengan sejumlah blogger, tidak sedikit yang enggan atau tidak tertantang menerbitkan buku. Ternyata dugaan saya sebelumnya keliru, jika orang yang memiliki passion menulis secara otomatis akan punya mimpi menulis buku.

Berbagai alasan dikemukan, namun bisa saya kelompokkan ke dalam 5 alasan ini:

Tidak Bergengsi Lagi

Ternyata menulis buku di era sekarang bukan lagi hal yang membuat harga diri meningkat. Demikian pula status kecendekiaan. Tidak lagi seperti era sebelum Internet mewabah. Hanya orang-orang yang serius, pintar, tekun pintar yang bisa menerbitkan buku, setidaknya sebelum tahun 2000. Begitu banyaknya penerbit, membuat lowongan naskah terbuka lebar, dengan kualitas minim sekalipun. Buku-buku laris bukan buku yang memberi banyak manfaat. Siapapun bisa menulis dan menerbitkan sendiri buku di masa maraknya self pubishing dan print on demand.

Tidak Bikin Kaya

Beberapa kompasianer ada yang bercerita memiliki teman penulis produktif. Hampir setiap bulan menerbitkan tapi hidupnya pas-pasan. Barulah setelah penulis itu terjun ke dunia penulisan skenario level hidupnya semakin meningkat. Tidak sedikit yang merasa imbalan dari menulis buku tidak sepadan dengan jerih payah menulis buku. Mulai dari waktu, pikiran dan tenaga. Daripada menulis buku yang berlembar-lembar, mendingan ikut lomba menulis blog yang cukup beberapa halaman tapi hadiahnya lebih besar ketimbang royalti menulis buku.

Tidak Punya Referensi Penerbit

Sebagian ada pula yang enggan menulis buku karena tidak punya referensi yang memadai tentang penerbit buku. Mereka khawatir nanti karyanya dibajak. Cemas pula penerbitnya berlaku curang kepadanya. Ada pula yang merasa hanya penulis-penulis yang dekat orang-orang penerbitan saja yang bisa menerbitkan buku. Selebihnya tidak akan bisa menembus penerbitan buku. Apalagi penerbit papan atas.

Merasa Tidak Layak Menulis Buku

Ada pula yang enggan menulis buku karena merasa dirinya belum atau tidak layak menulis buku. Biasanya mereka memiliki standar seorang penulis buku dan membayangkan dirinya harus bisa berkarya sekualitas penulis tersebut. Meskipun dia tahu bahwa tidak semua karya tulis harus seperti penulis idolanya, tapi mereka tetap ingin dirinya sesempurna penulis kesukaannya.

Tidak Minat Sama Sekali

Bisa saja seorang penulis artikel di media cetak ataupun blogger mengaku tidak minat sama sekali menulis buku tanpa alasan sama sekali.  Tapi beberapa penulis artikel dan blogger memberi alasan, seperti ingin fokus pada bidang lain yang lebih disukainya, tidak punya waktu fokus menulis buku.

Saya sendiri tak pernah memaksa seorang penulis blog atau artikel di media cetak menulis buku. Saya hanya menyarankan. Tapi jika menolak tak apalah. Karena passion orang memang berbeda. Kalau kamu?

Sumber: web bennyrhamdani.com/2014/10/5-alasan-blogger-enggan-menerbitkan-buku.html

Tidak ada komentar: