13 Desember, 2014

Menjenguk Tetangga (1)

Kehebatan orang lain bukanlah kehebatan kita
Saya adalah seorang ibu yang tinggal di satu perumahan. Pada hari jum'at, setiap minggunya, saya mengaji bersama ibu-ibu sekitar rumah. namun kali ini kami pulang lebih awal, karena ada tetangga kali yang katanya sakit dan sudah pulang dari Rumah Sakit. Kamipun bersama-sama menjenguk kerumahnya, sebutlah bu Karyo. Kami semua hadir untuk mengetahui kabar dan kisah bu karyo yang kemarin sakit begitu lama, namun tak ada satupun tetangga yang tau. Bu Karyopun bercerita, "Jadi, Minggu kemarin kan seperti biasa saya nemenin vita perlombaan catur tingkat Nasional, harusnya dibekasi 3 hari, tapi baru hari pertama saya udah nggak kuat. Saya bilang ke vita, "vi, mama pulang dulu ya, mau cek ke dokter. nanti kalau rabu mama udah sembuh, mama jemput vita kesini". vita tadinya khawatir, tapi saya bilang nggak apa-apa. akhirnya saya pulang ke Bandung, tapi langsung ke RS, karena saya udah nggak kuat. Dan betul, ternyata saya harus opname, dapet seminggu. Tuh, bapaknya malah yang sibuk di rumah dan bolak-balik nungguin saya di RS". "Ya Allah... bu..."serentak kamipun kaget pada kisahnya. "Kok nggak ada yang ngasih tau kami sih bu?" seseorang dari kami bertanya. "Ah nggak mau ngerepotin, ini juga saya nggak tau siapa yang ngasih tau, kok ibu-ibu pada bisa tau sih" tanyanya sambil tersenyum lemah. "kami tau dari pa yusuf, beliau tanya kemana pak karyo kok jarang keliatan, dan ngga ke masjid. Jadilah kita cari tau.. ternyata Ibu sakit. pas mau nengok ke RS ternyata udah pulang" jelas bu Yusuf. "Ah udah nggak apa-apa, wong sekarang saya udah sehat. Vita juga udah pulang tuh" bu Karyo menunjuk anak bungsunya yang baru kelas satu SMA. "Trus gimana bu? menang lombanya?" "Alhamdulillah, dapet satu mendali Emas dan 2 perunggu".
Diam-diam hati saya merasa begitu bangga memiliki tetangga yang berprestasi di usia mudanya. bukan hanya satu medali emas dan dua perunggu, tapi puluhan juga ratusan piala yang terpajang memenuhi dinding rumahnya. Saya begitu kagum dan bangga tak terkira. Entah kenapa, saya merasa demikian, padahal yang berprestasi bukanlah diri saya sendiri, juga bukan anak atau saudara saya. Apakah karena saya merasa suatu saat saya bisa memamerkan hal tersebut kepada teman atau orang lain? Aduh.. tiba-tiba saya ingin tertawa dengan perasaan bangga yang sempat menyelimuti hati saya itu. Betapa mudahnya kita terlena pada "kehebatan duniawi". Selain itu, sayapun teringat bahwa banyak sekali orang yang sering berlindung dibalik kehebatan orang lain. Apakah itu mengenai seseorang yang tak mau mematuhi peraturan lalu-lintas karena merasa aman dan bangga memiliki saudara yang punya jabatan di Kepolisian, Apakah itu mengenai seseorang yang menyembunyikan kelemahannya dibalik kehebatan saudaranya yang artis, ataupun hal-hal kecil lainnya seperti yang saya rasakan. Mungkin teman-teman pernah melihat seseorang yang begitu tinggi bahasanya, begitu sombong dan seolah banyak tau  mengenai orang-orang hebat, seperti ialah orang hebat itu. Padahal ternyata Ia bukanlah siapa-siapa dan bahkan mungkin Ia lupa untuk menghebatkan dirinya sendiri karena sibuk mengurusi kehebatan orang lain. Astaghfirullahhaladzim.. Semoga yang demikian bukanlah kita. Perlu kita ketahui bahwa belum tentu orang hebat itu senang di perlakukan demikian, mungkin justru tak ingin dibangga-banggakan, ia ingin hidup biasa dan terus berkarya tanpa memikirkan ketenaran. So, Apakah kita ingin menjadi seseorang yang "dianggap berisi" namun ternyata kosong? atau menjadi orang yang "berisi" dengan usaha maksimal kita sendiri?
Terimakasih bu Karyo dan keluarga, ternyata kehadiran saya dirumah kalian menyadarkan saya untuk terus berusaha memantaskan diri tanpa hanya membanggakan prestasi orang lain. Dan satu lagi yang terpenting, saatkita telah benar-benar "berisi" atau berprestasi, bukan berarti kita layak untuk sombong, karena ketika kita sombong-orang lain justru akan tau kelemahan kita. Jika sudah begitu, sia-sialah apa yang sudah kita perjuangkan.

Tidak ada komentar: